JAKARTA, Medialenterapost.com – 18 September 2025 – Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pilkada Ulang Kabupaten Bangka tahun 2025 kembali menjadi sorotan publik. Ketua Pimpinan Daerah (PD) Indonesia Bekerja (Inaker) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Aboul A’la Almaududi, SH, menegaskan bahwa semua pihak harus siap menerima apapun hasil akhir yang akan diputuskan oleh MK.
Menurut Aboul, MK merupakan gerbang terakhir keadilan dalam sistem hukum Indonesia. Keberadaannya menjadi wadah konstitusional bagi setiap warga negara maupun pihak yang merasa dirugikan untuk memperjuangkan haknya secara sah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“MK adalah gerbang keadilan yang dijamin oleh konstitusi. Setiap warga negara berhak menempuh jalur ini untuk mencari keadilan. Namun setelah putusan diketuk, maka semua pihak wajib menghormati dan menerimanya,” ujar Aboul menegaskan.

Hari ini, MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan untuk tiga perkara resmi sengketa Pilkada Ulang Kabupaten Bangka, yakni 332/PHPU.BUP-XXIII/2025, 333/PHPU.BUP-XXIII/2025, dan 334/PHPU.BUP-XXIII/2025. Agenda persidangan berfokus pada penyampaian pokok-pokok permohonan Pemohon secara lisan, termasuk dugaan maladministrasi, perselisihan syarat calon, hingga keabsahan dokumen administrasi pemilu.
Aboul menekankan pentingnya sikap legowo terhadap seluruh proses hukum yang sedang berjalan. Ia juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang membangun opini atau framing negatif yang dapat mencederai demokrasi.
“Negara kita adalah negara hukum, jangan ada pemaksaan kehendak yang justru berakibat blunder. Masyarakat sudah cerdas, saya yakin masyarakat akan menerima apapun hasil keputusan MK. Jika permohonan yang diajukan dikabulkan, semua pihak wajib taat. Sebaliknya, jika tidak dikabulkan pun tetap harus dihormati, karena mekanisme hukum sudah berjalan,” tegas Aboul.
Aboul menyebutkan, landasan hukum terkait hal ini jelas tertuang dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.” Hal ini dipertegas melalui UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menegaskan bahwa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah diselesaikan oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
“Dengan dasar itu, maka setiap keputusan MK nantinya bersifat final dan mengikat, tidak ada ruang lagi untuk banding ataupun upaya hukum lain. Semua pihak wajib mematuhi, karena inilah esensi dari supremasi hukum dalam demokrasi kita,” lanjutnya.
Lebih jauh, Aboul mengajak masyarakat dan seluruh elemen, baik tokoh agama, pemuda, maupun organisasi masyarakat, untuk ikut menjaga kondusivitas pascaputusan nanti. “Jangan ada yang merasa menang berlebihan atau kalah dengan cara tidak elegan. Demokrasi adalah proses, dan hasilnya adalah amanah rakyat. Tugas kita setelah itu adalah bersatu untuk Bangka yang lebih baik,” pungkasnya.



					






						
						
						
						
						


